Makna Qurban (mendekatkan diri)

TRULY STORY

Masih dengan nuansa bulan dzulhijah, atau bulan haji, bisa juga disebut bulan qurban yang mengawali kisah mengharukan lagi penuh hikmah yang akan aku suguhkan untuk para sahabat dan kerabat yang selalu dalam naungan kasih sayang Yang Maha Rahman. Allah SWT.

11 oktober 2013 bertepatan dengan 6 dzulhijah 1434 H, hari jum’at, seperti biasa sebulan sekali ditempat aku bekerja dan menuntut ilmu ini mengadakan pengajian bulanan. Kali ini diisi oleh seorang ustadz dan juga seorang penulis, Ust. Hepi Andi Bustoni, dengan tema qurban.

Dalam QS: Al-Hajj ayat 32…

“… dan barang siapa yang mengagungkan syiar (agama) Allah, maka itu adalah bukti ada ketakwaan dalam hatinya”. Ayat ini bisa diartikan dalam beberapa hal, contohnya dalam keutamaan shalat berjamaah dimasjid, adalah untuk memakmurkan mesjid atau mensyiarkan mesjid. Ketika berhaji yaitu diharuskan menjaharkan niat talbiyah, yaitu juga untuk contoh mensyiarkan agama Allah. Nah salah satunya juga untuk berkurban yang merupakan bukti ketakwaan kepada Allah.

Lalu qurban itu sendiri apa? Al-Udhiyah yaitu sebutan hewan ternak yang disembelih pada hari Idul Adha dan hari tasyrik dalam rangka ‘taqorubban’ atau mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Jelas arti qurban itu sendiri adalah mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta.

Masih ingatkah kisah Nabi Ibrahim yang diberi mimpi untuk menyembelih anak yang sangat dinanti-nanti dan sangat beliau cintai? Singkatnya.  Betapa takwanya beliau hingga merelakan melakukan perintah Allah yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh seorang ayah pada anaknya. Tetapi dengan kasih sayang Allah yang tiada tara Nabi Ismail yang hampir disembelih digantikan oleh seekor hewan.

Begitulah ujian orang yang memiliki ketakwaan dan kesabaran yang amat luar biasa. Kisah itupun mungkin dialami oleh beberapa orang terpilih. Yang belum lama dialami oleh sebuah keluarga sederhana. Terdiri dari Ayah, Ibu, dua orang putra dan seorang putri. Hidup sangat berkecukupan, tidak bermewah-mewahan. Si Ayah yang mempunyai watak sabar dan sangat bersahaja, Ibu pun sama. Setiap ayah pasti menyayangi dan mencintai anak-anaknya, karena anak perempuan satu-satunya si anak perempuan tadi tentulah paling disayang. Sehingga pada suatu hari anak tersebut memutuskan untuk sekolah disebuah pesantren yang jauh dari rumahnya bersama sepupunya yang sejak kecil sangat akrab, demi anaknya yang semangat dalam menuntut ilmu, sang ayah dan ibu dengan berat hati melepas kepergiannya.

Namun setelah selesai pada tingkat SMP si anak memutuskan kembali kerumah dan melanjutkan sekolah disana. Singkat cerita, pada beberapa hari sebelum idul adha, si anak meminta uang untuk membeli pakaian baru pada ibunya “ibu, mana uang untuk beli bajunya? Kan ibu sudah janji.” Tutur sang anak. Si ibu pun memenuhi janjinya. Lalu si anak membeli baju baru dengan sepupunya tadi dengan model yang sama (ceritanya kembaran).

“Allahuakbar… Allahuakbar… Allahuakbar… Laailaahaillallahu Allahuakbar” gema takbir disetiap daerah. Si anak meminta izin kepada orangtuanya untuk shalat id di dekat rumah sepupunya. Tawa riang dua anak umur 15 tahun menyambut Idul Adha, dengan baju yang baru, pergi kemesjid untuk melaksanakkan shalat sunnah dan mendengarkan ta’lim.

Masih dengan canda riang mereka menikmati hari yang berkah ini. Dan ketika perjalanan hendak pulang terjadilah tragedi yang membuat sang sepupu shock. Ditengah perjalanan turun dari angkot, tiba-tiba kereta api menyerempet si anak sehingga si anak terpental puluhan meter dari lokasi.

Sebelum kejadian sang ibu menelepon pada adiknya, yaitu paman sang anak. Sang paman memberitahukan sang anak sudah pulang. Si ibu lega, walaupun hatinya memiliki perasaan yang sangat khawatir. Tak lama sang paman mendapati anaknya berteriak dan menghampiri ayahnya “ayah… sikaka kecelakaan”. Lalu paman segera menuju lokasi kejadian. Polisi sudah dimana-mana. Lalu paman menelepon si ayah, memberitahukan kejadian tragis tersebut.

Sang ayah sangat panik, lalu menuju lokasi dengan adik iparnya. Ditengah perjalanan, motor yang dikendarai mereka mengalami kecelakaan, yang mengakibatkan sang ayah jatuh kejurang, namun berkat pertolongan Allah, sang ayah tersangkut di pipa-pipa air. Tak lama sang ayah ditolong oleh orang-orang sekitar.

Sesampainya dilokasi, hancurlah perasaan sang ayah menyadari si anak sudah tidak bernyawa. Innalillahi wa innailaihirojiun.. Allah sangat menyayanginya, sehingga dihari yang suci ini kini dia bertemu dengan Sang Maha Agung.

Ketika akan dibawa ke rumah sakit kendaraan sulit didapatkan, sekali lagi berkat Allah satu kendaraan dapat di pakai. Sementara sang ayah mencoba tetap tegar dalam sedih dan hancurnya perasaan, mencoba memberi kabar pada sanak saudara.

Dilain tempat, setelah membagikan daging kurban, aku bertanya pada mamaku “mam, kita mau kerumah umi (nenek) ga?” tanyaku. “nanti setelah semua pekerjaan rumah selesai” jawab mama. Aku beranjak menonton televisi dengan adikku. Tak lama terdengan suara telepon.

Mama berjalan cepat dengan wajah kaget dan sedih, mengabarkan bahwa sepupuku meninggal. Sontak aku terperanjat dari posisi nyamanku, menghampiri mama dengan rasa masih tidak percaya. Namun bapaku meyakinkan kabar itu. Aku bersegera berganti pakaian dan bergegas dengan mengendarai motor dengan masih ketidakpercayaanku menuju rumah ‘uwa’ yang tidak jauh dari rumah nenekku.

Sesampainya dirumah si ibu, aku mendapati tubuhnya begitu lemas, pandangan kosong. Aku begitu prihatin, betapa tegarnya keluarga ini. Setelah bibi dan mamaku menghampiri si ibu atau aku sering menyebutnya ‘uwa’, beliau langsung menangis sambil berucap “maafkan kesalahan anakku yaa…” masyaallah, tenteramnya hati ini, seorang ibu berkata seperti demikian.

Aku tak kuasa menahan tangis, lihatlah Allah. Betapa kerdilnya manusia menangis saat mendapati kematian. Terlihat jelas kuasa Allah, bahwa kita adalah makhluk paling bodoh dan lemah. Kita hanyalah sebutiran debu. Yang terkadang sangat sombong dengan apa yang diberikanNya untuk kita. Sekali lagi dengan kematian lah manusia menundukkan dirinya di hadapan Sang Pemberi Kehidupan.

Sementara jenazah sedang diautopsi, ibunya tidak sabar ingin bertemu. Namun pihak rumah sakit yang kurang berpihak dengan kita karena alasan administrasi yang akan menghambat proses pemulangan jenazah tidak mengizinkan untuk memandikan dirumahnya. Akhirnya kami dengan keluarga berangkat kerumah sakit untuk memandikannya. Si ibu walaupun lemah dan penuh haru biru, bersikeras untuk pergi kerumah sakit memandikan anaknya. “untuk yang terakhirnya aku ingin melihat wajahnya, tolong aku ibunya… jangan paksa aku untuk diam dirumah”. Sambil menangis. Akhirnya uwa ikut dengan kami walaupun sesampainya disana setelah melihat wajah sang anak si ibu tak kuasa menahan tangis, begitupun kami. “nak, maafkan ibu yaa..” sangat terlihat wajah penyesalan si ibu. Tapi apa daya, Allahlah Sang Maha Berkehendak.

Tak lama si ibu pingsan, lalu di gotong menuju mushala terdekat ruangan jenazah. Ya Allah, aku memohon lindunganMu. Aku beranikan diri untuk masuk keruangan jenazah. Ada 2 jenazah dalam ruangan itu. Yang satu tentu sepupuku. Aku mengamati wajahnya, dihari akhirnya walaupun tidak sempurna, aku melihat keteduhan dalam wajahnya. Sangat cantik, aku malah merasa iri. Usianya yang masih muda, tentu belum banyak dosa yang ia perbuat, sedangkan aku, mungkin saja dosaku lebih banyak dari dia. tapi sungguh bahagianya, bisa bertemu dengan Allah dengan tidak banyak memikul beban dan mungkin semasa keshalihannya didunia bisa menolong orangtuanya kelak diakhirat. Sementara yang satunya lagi sejak semalam belum ada sanak keluarganya yang menjenguknya.

Terlihat sekali perbedaan antara sepupuku dan yang satunya lagi. Dia bagaikan bidadari yang dimandikan oleh malaikat-malaikat. Begitu banyak yang memandikannya tentu mudah-mudahan ibu-ibu yang shalihah. Lalu bagaimana kematianku nanti ya Allah yang masih menjadi rahasia engkau. Apakah banyak orang yang akan merasa kehilangan aku, apa banyak yang menangisi kepergianku? Aku senatiasa berdoa ya Allah, semoga aku dimatikan dalam keadaan khusnul khatimah dan dikumpulkan dengan keluargaku kelak dalam jannahMu. Aamiin.

Di mushala. “ayah…” panggil sang ibu. Ayah mendekat. Ibu bersimpuh dipangkuan sang ayah. “ayah… maafkan ibu ayah… maafkan ibu…”. Dengan tegar si ayah menenangkan istrinya “sudah bu… ikhlaskan, ini sudah takdir Allah”. Masyaallah… aku iri… akankah aku menjadi istri yang patuh pada suamiku kelak. Akankah aku bertanggung jawab atas anak-anakku kelak? Rahasia ilahi.

Setelah dimandikan, lalu dibawa kerumah untuk disemayamkan. Begitu ramai sekali yang mengunjungi kediamannya, sekali lagi suasana masih mengharu biru ketika sang ibu berniat untuk ikut menshalatkan anaknya untuk yang terakhir. Tetapi apa daya, tubuhnya yang lemah dikhawatirkan mengganggu prosesnya, lalu disarankan oleh sanak saudara untuk shalat ghaib.

Terlihat teman-teman sekelas almarhumah menangisi kepergian sahabat mereka. Sayangnya aku tidak terlalu dekat dengan almarhumah. Sesal. Menurut penuturan teman-temannya, almarhumah adalah muslimah yang supel (pandai bergaul) dan aktif. Jadi wajar semasa hidupnya ia dikelilingi oleh banyak teman.

Kisah ini memberi banyak pelajaran untukku dan mungkin untuk semua orang. Bahwa sehebat apapun kita, tidak dapat menandingi kekuasaan Allah SWT. Kesabaran dan ketegaran seorang ayah, mungkin inilah yang disebut qurban yang sesungguhnya.

Terimakasih diakhir hidupmu, engkau saudariku seiman telah memberiku banyak sekali pengalaman berharga. Ukhuwah itu akan tetap terjalin karena Allah. Kisah ini menyadarkan kami bahwa kematian tidak mengenal usia, tempat, dan apa yang sedang kita perbuat.

Semoga Almarhummah meninggal dengan syahid Karena perjalanan pulangnya dalam menuntut ilmu dan semoga amal ibadahnya diterima disisiNya. Aamiin…

Selamat jalan mujahidah…

Allah merindukanmu…

Tunggu kami dalam jannahNYA…

Wallahua’lam

Teruntuk Saudariku tercinta “AJENG”…  sampaikan salamku

Untuk Rasulullah kita Muhammad SAW

Dan sampaikan ampunan dan rinduku pada ALLAH SWT.

*mohon maaf jika ada kesalahan nama, kejadian dan tempat.

Tinggalkan komentar